Cerpen
Katanya
Sih Angker?
Malam itu Ahmadi sedang menyiapkan
peralatan untuk berkemah besok di hutan Rigani yang terkenal angker itu. Belum
selesai Ahmadi menyiapkan peralatanya tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
Tok!
Tok! Tok! “Abang..” panggil adik Ahmadi, Titin.
“Ada
apa Tin?” jawab Ahmadi sambil membuka pintu.
“Abang
mau kemana? Kok masukin barang-barang k etas besar itu!” Tanya Titin dengan
penasaran.
“Seperti
biasa Tin, abang mau berkemah.” Jawab Ahmadi sambil memasukkan senter kedalam
tasnya tanpa melihat Titin.
“
Oh, paling abang berkemah di hutan dekat kali brantas itu ya? Kayak biasanya.”
Tanya Titin lagi, kali ini dia bertanya sambil berdiri dengan PD-nya.
“Hohoho
PD banget tuh jawaban. Dengar, abang mau berkemah ke Hutan Rigani .” jawab
Ahmadi dengan sombongnya, sambil menyisir rambut ke belakang menggunakan tangan
kananya.
“Hutan
Rigani yang terkenal angker itu bang? Titin boleh ikut bang?” Tanya Titin lagi
dengan wajah memelas sambil mengepalkan kedua tanganya didepan dada.
“iya,
hutan angker itu, jangan ikut Tin, nanti kamu malah takut lagi! Hehe. Udah kamu
tidur dulu sana udah malem.” Ahmadi menyuruh Titin sambil mendorongnya keluar
dari kamarnya.
Dewi
malam pun sudah berganti dengan mentari yang mulai memancarkan sinarnya. Ahmadi
pun sudah siap dengan seragam pramukanya, Titin pun sama.
“Loh
Tin mau kemana?” Tanya Ahmadi dengan
penasaran sambil menghampirinya.
“Ikut
abang.” Jawab Titin sambil tersenyum dengan manisnya, hingga membuat hati
Ahmadi luluh.
“Ah…
ya sudah lah ikut saja.” Jawab Ahmadi dengan pasrah. Merekapun bergegas menuju
ke ruang makan untuk sarapan.
Setelah
15 menit di meja makan, akhirnya Ahmadi dan Titin memutuskan untuk berangkat
menuju keperempatan jalan untuk bertemu dengan semua teman-temanya.
“Loh!
Titin kok ikut?” Tanya Lista
“Daripada
nangis!” jawab Ahmadi sambil melihat Titin.
“Oow.”
Jawab semua teman Ahmadi dengan serentak
Tak
lama kemudian ada truk yang berhenti di depan mereke untuk member tumpanga.
Karna Ahmadi menulis kata “Ke Hutan Rigani” di kertas besar yang diangkat di
atas kepala.
“Mau
ke Hutan Rigani ya dek?” Tanya supir truk
“Iya
pak.” Jawab Ahmadi
“Ayo
naik, aku juga mau kesana.” Jawab supir truk sambil menunjuk kearah belakang.
Beberapa
kemudian Ahmadi dan teman-temanya sudah sampai di tempat tujuan.
“Makasih
pak atas tumpanganya.” Seru lista dengan menundukkan kepala.
“Iya
sama-sama. Kalian harus hati-hati ya, tapi bukan sama hantu. Tapi hati-hati
dengan orang disekitar Hutan Rigani ini.” Seru Pak Bardak
“Iya
pak, kami akan hati-hati, makasih lagi ya pak.” Jawab Nugroho
“Ya
sudah dik, saya mau jalan lagi.” Kata supir truk
Sepeninggal
sopir truk itu, Ahmadi dan teman-temanya langsung masuk ke hutan rigani. Hari
pun sudah mulai senja. Tapi untung mereka sudah mendirikan tenda.
Mataharipun
sudah berganti dengan rembulan. Suara jangkrik pun sudah mulai terdengar.
Pemandangan yang bgitu indah kini ganti menjadi gelap gulita. Ahmadipun sudah
siap dengan api unggunya. Begitu juga dengan Nugroho yang sudah memainkan
alunan-alunan nada indah dengan gitarnya.
“Mie
nya sudah siap nih!” kata Lia sambil membawa mangkok yang berisi mie rebus yang
masih panas.
“Wihhh..
kita makan.” Seru Fatoni dengan girangnya.
Malam
pun semakin larut, akhirnya mereka semua memutuskan untuk tidur di tanda
masing-masing. Belum lama merek di dalam tenda, tiba-tiba ada yang melempari
tenda mereka dengan batu kerikil.
“Ayo
kita keluar ton!” kata Nugroho dengan mengusap matanya berkali-kali.
Merekapun
keluar, Titin, Lista dan Lia juga ikut keluar dari tendanya.
“
Nug, lihat itu ada orang dibalik pohon! Kata Ahmadi
Merekapun
memutuskan untuk mengejar orang misterius itu. Tapi jejaknya hilang dalam
kegelapan malam. Tapi mereka malah menemukan sebuah rumah. Ehh bukan! Tapi
gubuk.
“Ayo
masuk! Seru Fatoni sambil membuak pintu
“Loh!
Kok ada kayu gelondongan?” kata Nugroho sambil memegang salah satu gelondongan
kayu itu.
“Bentar
deh! Bukanya di hutan ini nggak boleh menebang kayu ya?” kata Lista
“Penebangan
liar!” seru Ahmadi
Tiba-tiba
ada suara laki-laki yang lumayan besar.
“Gimana
sih prab! Nakutin anak bau kencur aja nggak becus! kata Bardak sambil memegang
rokoknya yang hampir habis
“Anak-anak
itu berani mengejar kami bos!” seru Sarpo
Ahmadi
yang dari tadi sudah melihat dan mendengar perkataan mereka. Akhirnya mereka
memutuskan untuk tidur disitu.
Sinar
matahari yang menembus bilik kayu itu membangunkan Ahmadi dan teman-temanya.
Saat mereka terbangun kayu-kayu itu sedang dipindahkan ke truk-truk yang ada di
depan gubuk. Setelah truk dan para “Penjahat Hutan” itu pergi. Ahmadi dan
temn-temanya berlari keluar hutan untuk menemui Pak Lurah.
“Loh!
Ada apa kok lari-lari begini?” Tanya pak lurah dengan penasaran.
Ahmadi
pun menceritakan semuanya kepada Pak Lurah, dan akhirnya pak lurah menyuruh
polisi menangkap Bardak dan teman-temanya. Tak lama kemudian…
“Ada
apa ini pak! Saya kok ditangkap!” Tanya Bardak
Tanpa
berkata apa-apa polisi membawa Bardak dan teman-temanya menuju kantor polisi
untuk meminta keterangan.
Setelah
itu, Ahmadi berbincang-bincang dengan Pak Lurah.
“Pak,
ternyata Hutan Rigani ini tidak angker, Bardak dan teman-temanya yang membuat
isu tersebut supaya pekerjaan haramnya tidak diketahui oleh orang lain. Dia pun
mengganggu kami agar kami pergi dari hutan itu agar kami tidak mengetahui
pekerjaan Bardak.” Kata Ahmadi
“Iya
nak, makasih atas bantuanya. Kami semua sangat berhutang budi pada kalian
semua.” Kata Pak Lurah
Setelah
itu timbul perbincangan yang cukup lama. Setelah itu mereka pulang diantar oleh
Pak Lurah.
Keesokan
harinya, Ahmadi dan teman-temanya pergi ke hutan untuk menanam pohon bersama
Pak Lurah.
Pembagian
tugas pun dilakukan, karena banyak bibit yang akan di bawa, maka masing-masing
mendapat bagian membawa bibit-bibit itu.
Tak
lama kemudian mereka pun berangkat ke tempat tujuan dengan berjalan kaki.
Mereka tampak bersemangat. Dengan hati yang teguh mereka akan melakukan suatu
kegiatan tanpa pamrih. Matahari timur seakan tersenyum riang memandang
langkah-langkah kaki mereka, orang-orang yang sepenuh hati siap berbakti.
Mereka
akan menanami lahan hutan yang gundul dengan beraneka bibit tanaman. Mereka
berharap hutan tetap lestari dan memberikan manfaat bagi kehidupan.
Buat
Ahmadi dan teman-temanya di Hutan Rigani telah memberikan pengalaman yang tak
mudah terlupakan. Disana ada rintangan,tantangan dan sekaligus harapan.
Karya :
Bella Ayu Irza S.
Komentar
Posting Komentar